Padang: Bagi
pencinta kopi arabika, bersiaplah menyambut satu lagi jenis kopi baru
dari Sumatera, kopi Minang Solok. Kopi arabika ini ditanam di dataran
tinggi Kabupaten Solok, Sumatera Barat di pinggir danau kembar dan di
lereng Gunung Talang. Dan yang paling unik dari kopi ini adalah aromanya
yang sedap, salah satunya yang paling dominan adalah aroma rempah.
"Saya dapat sampel kopi ini pada Juli, yang dititipkan anak muda petani dari Solok di coffee shop saya di Kemang, suatu hari saya ada waktu, lalu saya goreng kopinya,saya giling dan saya coba, luar biasa, saya kaget banget, semua aroma ada di situ, aroma rempah dan bau lemonnya keluar," kata Mira Yudhawati seorang Q Grader atau pencicip kopi profesional dalam peluncuran kopi Minang Solok di Nun's Coffee Shop Padang, Kamis, 26 September lalu.
Mira bercerita, dalam waktu dua minggu, sampel kopi Solok itu sudah habis dicoba sesama pencinta kopi di kedai kopi Headline miliknya di kawasan Kemang Jakarta. Mira juga sempat meminta pencinta kopi untuk memilih tiga jenis kopi yang terdiri dari kopi lampung, kopi aceh dan kopi solok yang ia taruh dalam gelas dan membaui aromannya dan diminta memilih mana kopi yang paling enak.
"Dan mereka kaget, setelah tahu yang dipilih itu kopi dari Solok, bahkan ada Q Grader lain yang kasih testimoni ada bau sereh juga di kopi Solok.Akhirnya sampel dua kilogram kopi yang saya dapat itu saya goreng semua dan di tiap acara kopi, kalau kumpul-kumpul saya bawa kopinya. Sambutannya luar biasa, termasuk di media sosial," kata Mira.
Menurut Mira rasa kopi Solok amat berbeda dengan kopi arabika lainnya di Indonesia. Dibandingkan kopi lintong , kopi aceh , kopi mandailing dan sidikalang yang agak berat, kopi solok rasanya lebih ringan.
"Kalau saya bilang kopi ini mirip-mirip sama kopi tipikal di Afrika, seperti kopi di Etiopia, Kenya dan Amerika Latin, bodynya sedang manisnya bagus dan aromanya sangat banyak," kata Mira Yudhawati yang juga terdaftar sebagai dari Indonesia dalam World Barista Championship (WBC) 2013-2014.
Kopi Minang Solok ini masih diusahakan secara tradisional oleh petani kopi, dan sudah organik sejak dulu karena tidak pernah dipupuk. Yang menarik , kopi Solok ini dipelopori petani muda, lulusan Universitas Andalas, Padang Alfadrian Syah.
Alfadrian Syah membentuk kelompok petani kopi di Solok , di kawasan Danau Kembar dan Gunung Talang untuk memulai intensif memperlakukan tanaman kopi agar hasilnya baik, mulai dari memilih bibit, pemangkasan hingga memanen biji saat tua. Biasanya karena petani ingin cepat untuk, biji muda sudah dipanen, karena harga kopi di pasaran murah.
"Kopi Minang Solok ini diharapkan menjadi single quality, atau kopi tanpa campuran seperti kopi yang sudah punya brand seperti kopi mandailing atau kopi lintong dan kopi aceh.Kami hanya menjual beras kopi (biji kopi) yang sudah siap khusus untuk pencinta kopi nasional dan internasional," kata Alfadrin Syah.
Saat ini ia sudah bisa memasok sekitar 500 kg biji kopi setiap bulan. "Sebenarnya potensi kopi Solok itu kalau digarap besar, bisa 8 ton per bulan, tetapi kami akan coba gandeng petani dulu untuk menghasilkan kopi yang bermutu dengan pemeliharaan hingga pasca panen yang terkontrol dengan baik.
"Saya dapat sampel kopi ini pada Juli, yang dititipkan anak muda petani dari Solok di coffee shop saya di Kemang, suatu hari saya ada waktu, lalu saya goreng kopinya,saya giling dan saya coba, luar biasa, saya kaget banget, semua aroma ada di situ, aroma rempah dan bau lemonnya keluar," kata Mira Yudhawati seorang Q Grader atau pencicip kopi profesional dalam peluncuran kopi Minang Solok di Nun's Coffee Shop Padang, Kamis, 26 September lalu.
Mira bercerita, dalam waktu dua minggu, sampel kopi Solok itu sudah habis dicoba sesama pencinta kopi di kedai kopi Headline miliknya di kawasan Kemang Jakarta. Mira juga sempat meminta pencinta kopi untuk memilih tiga jenis kopi yang terdiri dari kopi lampung, kopi aceh dan kopi solok yang ia taruh dalam gelas dan membaui aromannya dan diminta memilih mana kopi yang paling enak.
"Dan mereka kaget, setelah tahu yang dipilih itu kopi dari Solok, bahkan ada Q Grader lain yang kasih testimoni ada bau sereh juga di kopi Solok.Akhirnya sampel dua kilogram kopi yang saya dapat itu saya goreng semua dan di tiap acara kopi, kalau kumpul-kumpul saya bawa kopinya. Sambutannya luar biasa, termasuk di media sosial," kata Mira.
Menurut Mira rasa kopi Solok amat berbeda dengan kopi arabika lainnya di Indonesia. Dibandingkan kopi lintong , kopi aceh , kopi mandailing dan sidikalang yang agak berat, kopi solok rasanya lebih ringan.
"Kalau saya bilang kopi ini mirip-mirip sama kopi tipikal di Afrika, seperti kopi di Etiopia, Kenya dan Amerika Latin, bodynya sedang manisnya bagus dan aromanya sangat banyak," kata Mira Yudhawati yang juga terdaftar sebagai dari Indonesia dalam World Barista Championship (WBC) 2013-2014.
Kopi Minang Solok ini masih diusahakan secara tradisional oleh petani kopi, dan sudah organik sejak dulu karena tidak pernah dipupuk. Yang menarik , kopi Solok ini dipelopori petani muda, lulusan Universitas Andalas, Padang Alfadrian Syah.
Alfadrian Syah membentuk kelompok petani kopi di Solok , di kawasan Danau Kembar dan Gunung Talang untuk memulai intensif memperlakukan tanaman kopi agar hasilnya baik, mulai dari memilih bibit, pemangkasan hingga memanen biji saat tua. Biasanya karena petani ingin cepat untuk, biji muda sudah dipanen, karena harga kopi di pasaran murah.
"Kopi Minang Solok ini diharapkan menjadi single quality, atau kopi tanpa campuran seperti kopi yang sudah punya brand seperti kopi mandailing atau kopi lintong dan kopi aceh.Kami hanya menjual beras kopi (biji kopi) yang sudah siap khusus untuk pencinta kopi nasional dan internasional," kata Alfadrin Syah.
Saat ini ia sudah bisa memasok sekitar 500 kg biji kopi setiap bulan. "Sebenarnya potensi kopi Solok itu kalau digarap besar, bisa 8 ton per bulan, tetapi kami akan coba gandeng petani dulu untuk menghasilkan kopi yang bermutu dengan pemeliharaan hingga pasca panen yang terkontrol dengan baik.
Sumber
http://www.tempo.co
0 komentar:
Posting Komentar