Singapura, Sejak melakukan amputasi Agustus lalu,
mantan atlet nasional Singapura, Aishah Samad, kembali belajar bagaimana
melakukan hal-hal dasar dalam hidup, seperti menyikat gigi dan minum
dari gelas. Ia belajar untuk hidup mandiri meski tak lagi memiliki
tangan dan kaki.
Aishah Samad (41) harus rela kehilangan kedua tangan dan kakinya karena mengalami infeksi bakteri parah. Kisah amputasi Aishah bermula dari rasa sakit di perutnya. Itu terjadi pada Juli tahun lalu, ketika Aishah sedang dalam perjalanan menuju Xian, China. Dia mengangkat bahu, berpikir itu adalah nyeri lambung atau kram menstruasi.
Tapi rasa sakit bertambah parah dan itu mendorong adiknya, Selina, untuk membawanya ke pusat medis di bandara, di mana Aishah diberi suntikan morfin. Mereka terbang kembali ke Singapura dan Aishah dilarikan ke Rumah Sakit Umum Changi.
Dokter tidak bisa mendiagnosa apa yang terjadi di tubuh Aishah, karena paru-paru, ginjal dan hatinya mulai gagal berfungsi. Dia harus mengonsumsi 14 jenis antibiotik selama dua minggu sementara dokter bekerja untuk menemukan obat yang tepat untuknya.
Pada saat itu, anggota tubuh, tangan dan kaki Aishah mulai terinfeksi gangren. Ketika dokter mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawanya adalah mengamputasi anggota tubuhnya, Selina memberi lampu hijau. Operasi itu berhasil dan kondisi Aishah mulai pulih.
Tiba-tiba tak memiliki tangan dan kaki sempat membuat Aishah depresi dan berpikir hidupnya sudah berakhir.
"Saya sangat tertekan karena saya bahkan tidak bisa minum dari gelas sendiri. Saya berpikir untuk melompat dari gedung, tapi saya bahkan tidak bisa lompat dari tempat tidur saya sendiri," ujar Aishah Samad, seperti dilansir Asiaone, Minggu (29/9/2013).
Aishah juga pernah berpikir untuk minum racun, tapi ia tidak bisa mengangkat cangkir. Bahkan ia pernah berusaha mencekik diri dengan bantal, tapi ia kemudian menyadari itu tidak akan adil untuk keluarga dan teman-teman yang mendukungnya. Kini ia pun berusaha menerima kondisinya dan belajar untuk bisa hidup mandiri meski tanpa tangan dan kaki.
Aishah bersyukur dia tidak bertindak atas pikiran untuk bunuh diri, tapi kemajuannya datang bukan tanpa perjuangan. "Butuh waktu untuk kembali belajar bagaimana untuk makan, mandi dan bahkan pergi ke toilet pada saya sendiri," katanya.
Ada saat-saat ketika ia begitu frustrasi karena tidak bisa melakukan hal-hal sederhana. "Saya ingin menangis. Tapi saya tahan air mata karena keluarga saya selalu ada untuk mendukung saya," tambahnya.
Dia merasa tidak enak bila harus terus-menerus bergantung pada orang lain, jadi dia belajar untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Kini, Aishah mampu menyikat giginya sendiri. Dia juga nyaman pergi jalan-jalan di luar rumah dan bertemu teman-temannya.
Telah berhasil hidup mandiri meski tidak memiliki tangan dan kaki, ia berharap bisa menjadi pembicara untuk bisa memotivasi dan menginspirasi orang lain yang memiliki kondisi serupan dengannya.
"Saya beruntung telah lahir dengan lengan dan kaki, saya tahu apa rasanya kehilangan itu. Sekarang saatnya bagi saya untuk membantu orang lain," katanya.
Aishah Samad (41) harus rela kehilangan kedua tangan dan kakinya karena mengalami infeksi bakteri parah. Kisah amputasi Aishah bermula dari rasa sakit di perutnya. Itu terjadi pada Juli tahun lalu, ketika Aishah sedang dalam perjalanan menuju Xian, China. Dia mengangkat bahu, berpikir itu adalah nyeri lambung atau kram menstruasi.
Tapi rasa sakit bertambah parah dan itu mendorong adiknya, Selina, untuk membawanya ke pusat medis di bandara, di mana Aishah diberi suntikan morfin. Mereka terbang kembali ke Singapura dan Aishah dilarikan ke Rumah Sakit Umum Changi.
Dokter tidak bisa mendiagnosa apa yang terjadi di tubuh Aishah, karena paru-paru, ginjal dan hatinya mulai gagal berfungsi. Dia harus mengonsumsi 14 jenis antibiotik selama dua minggu sementara dokter bekerja untuk menemukan obat yang tepat untuknya.
Pada saat itu, anggota tubuh, tangan dan kaki Aishah mulai terinfeksi gangren. Ketika dokter mengatakan bahwa satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawanya adalah mengamputasi anggota tubuhnya, Selina memberi lampu hijau. Operasi itu berhasil dan kondisi Aishah mulai pulih.
Tiba-tiba tak memiliki tangan dan kaki sempat membuat Aishah depresi dan berpikir hidupnya sudah berakhir.
"Saya sangat tertekan karena saya bahkan tidak bisa minum dari gelas sendiri. Saya berpikir untuk melompat dari gedung, tapi saya bahkan tidak bisa lompat dari tempat tidur saya sendiri," ujar Aishah Samad, seperti dilansir Asiaone, Minggu (29/9/2013).
Aishah juga pernah berpikir untuk minum racun, tapi ia tidak bisa mengangkat cangkir. Bahkan ia pernah berusaha mencekik diri dengan bantal, tapi ia kemudian menyadari itu tidak akan adil untuk keluarga dan teman-teman yang mendukungnya. Kini ia pun berusaha menerima kondisinya dan belajar untuk bisa hidup mandiri meski tanpa tangan dan kaki.
Aishah bersyukur dia tidak bertindak atas pikiran untuk bunuh diri, tapi kemajuannya datang bukan tanpa perjuangan. "Butuh waktu untuk kembali belajar bagaimana untuk makan, mandi dan bahkan pergi ke toilet pada saya sendiri," katanya.
Ada saat-saat ketika ia begitu frustrasi karena tidak bisa melakukan hal-hal sederhana. "Saya ingin menangis. Tapi saya tahan air mata karena keluarga saya selalu ada untuk mendukung saya," tambahnya.
Dia merasa tidak enak bila harus terus-menerus bergantung pada orang lain, jadi dia belajar untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Kini, Aishah mampu menyikat giginya sendiri. Dia juga nyaman pergi jalan-jalan di luar rumah dan bertemu teman-temannya.
Telah berhasil hidup mandiri meski tidak memiliki tangan dan kaki, ia berharap bisa menjadi pembicara untuk bisa memotivasi dan menginspirasi orang lain yang memiliki kondisi serupan dengannya.
"Saya beruntung telah lahir dengan lengan dan kaki, saya tahu apa rasanya kehilangan itu. Sekarang saatnya bagi saya untuk membantu orang lain," katanya.
Sumber
http://health.detik.com
0 komentar:
Posting Komentar