Istana geger, tantangan kerajaan tetangga lewat teka teki yang di
bawa kurirnya belum juga bisa terselesaikan. Orang pintar yang ada di
istana sudah menyerah, tak sanggup memberikan solusi meski sudah memutar
otak dengan segala rupa berhari-hari. Jika pertanyaan tersebut tidak
juga bisa terjawab, wibawa kerajaan bisa jatuh. Akhirnya diadakanlah
pertemuan tokoh cerdik pandai dilingkungan istana.
Pada pertemuan para cerdik pandai tersebut, ditengah kebingungan para
peserta , salah seorang diantara peserta memberanikan diri bicara, “
saya mendapat informasi bahwa di daerah Cina ada seorang anak muda yang
cukup cerdik, siapa tahu saja dia mampu menjawab teka-teki itu”. Jawab
sang pengusul
“ Siapa nama anak muda itu?”, kata pemimpin pertemuan.
“ La Mellong, ketua”, kata sang pengusul dengan sedikit hati – hati.
“ Bagaimana pendapat saudara –saudara yang lain”, kata sang ketua
“Menurut pendapat saya, tak ada salahnya mengirim kurir ke Cina, sambil
kita tetap berusaha memecahkannya”, jawabnya dengan penuh wibawa.
“Bagaimana saudara- saudara yang lain” tak ada jawaban, “ kalau
demikian besok akan dikirim kurir ke Cina untuk menjemput la mellong”
kata ketua mengambil kesimpulan. Pertemuan pun ditutup.
Keesokan harinya, Kurir yang diutus oleh pabbicara berangkat kearah
selatan menuju daerah Cina tempat La Mellong, melewati beberapa kampung
seorang diri. Setelah tengah hari sampailah ia di pinggir sungai di
daerah Cina. Di tempat tersebut sang kurir bertemu melihat seorang anak
muda yang sedang menggembalakan sapi diseberang sungai.
“Taddampengnka ndi (permisi dik), dalamkah ini sungai? Tanya sang kurir kepada sang penggembala
“ Ta tanai sibawatta, ( tanya saja temannya)” jawab anak muda itu dengan sedikit acuh
Sang kurir menoleh melihat sekeliling, tak ada orang lain. Kok anak
muda ini minta dia bertanya kepada kawan saya. Dengan sedikit bingung
dan jengkel akibat merasa di kerjai dan capek setelah berjalan jauh sang
kurir berkata dengan keras , “Iga sibawakku, ale- aleku mie “,
Dengan tersenyum sang pengembala menunjuk tongkat sang kurir dan menyahut, “ itu yang saya maksud”.
Sedikit menggerutu, sang kurir pun mengukur kedalaman sungai yang
ternyata dangkal saja. Tongkat itu di pungutnya tadi waktu melewati
sawah agar tak terpeleset di pematang. Cerdas juga ini anak, pikir sang
kurir. Setelah menyeberang , sang kurir bercakap- cakap dengan sang
gembala dan memberitahukan maksud kedatangannya ke daerah cina.
” Saya di utus oleh kerajaan untuk menemui La Mellong, kamu kenal?”, tanya sang kurir
“ Barusan saya dengar ada manusia lame ellonna (lehernya ubi)”, jawab sang gembala santai. Pengucapan La Mellong memang sama dengan Lame Ellong (leher ubi).
“ Bukan lame ellong, La Mellong. Katanya dia seorang anak muda yang
cerdik” jawab sang kurir sedikit mengerutkan dahi tak habis pikir dengan
jawaban sang gembala ini.
“ oooh, saya tahu rumahnya. Rumahnya di kampung ini , silahkan cari persis di tengah kampung , tellu addenenna (tiga tangganya) ” jawab anak muda itu sambil tersenyum. Sedikit kepuasan Nampak di wajahnya.
Terima kasih ndi, jawab sang kurir langsung pamit.
Sang kurir pun bergegas menuju ketengah kampung, sambil meperhatikan setiap rumah yang di lewatinya. Setiap rumah mempunyai dua addeneng
(tangga) seperti rumah panggung orang bugis pada umumnya. Aneh, kok
tangganya ada tiga yah.. pikir sang kurir, mungkin disitulah uniknya.
Setelah sampai di tengah kampung, tak satupun rumah yang memiliki 3
tangga, semua dua yaitu tangga depan dan tangga belakang. Dengan
penasaran, sang kurir memutari kampung yang tak besar itu untuk
memastikan penglihatannya, akhirnya dia menyerah.
Dengan kelelahan sang kurir bertanya pada salah seorang warga, “ tega bola tellu addenenna kukamponngewe?” ( Di mana rumah yang tiga tangganya dikampung ini?)
Sang warga pun bingung, “ sipungekku tau, depa sedding gaga uruntu” ( seumur hidup, saya belum pernah lihat),
“ siapa yang dicari? Siapa tahu saya bisa bantu”, jawab sang warga menawarkan diri.
“ Saya utusan kerajaan, saya cari rumahnya la Mellong” jawab sang kurir ragu –ragu.
“ ini rumahnya, La Mellong anaknya Matowa” jawab sang warga sambil menunjuk rumah yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
“Terima kasih”, kata sang kurir sambil pamit pada warga itu, dalam
hatinya bersungut- sungut, “ anak gembala sialan, katanya rumah la
mellong punya tiga tangga ternyata cuma dua.
Sang Kurir pun bertamu ke rumah sang Matowa ayah La Mellong. Saat
bercakap – cakap sambil menikmati hidangan yang disajikan sang Matowa,
tak sengaja matanya tertuju pada seorang anak muda yang di temuinya di
tepi kali. Tak mampu lagi dia menahan ekspersi rasa herannya.
“ itu dia La Mellong” , ujar Matowa cina menimpali. Menginaplah disini,
nanti besok pagi berangkat ke Bone. Sang kurir pun mengiyakan.
Sehabis makan malam, sang kurir bertanya kepada La Mellong, “katanya rumah mu tiga tangganya. Saya lihat cuma dua”
“ itu di samping tiang rumah” kata lamellong sambil menunjuk tangga menuju rakkeang, Loteng tempat penyimpanan padi yang ada di semua rumah orang bugis. Tentulah tak bisa di lihat dari luar.
Sang kurir terdiam, merasa dikerjai tetapi mengakui kecerdasan La
Mellong. Meskipun demikian, dia masih ragu sanggupkah La Mellong
Menjawab teka teki dari kerajaan tetangga?
(Bersambung)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar