Bila manusia mulai menyelidiki dan membuat parfum, tidak diketahui dengan jelas. Sejarah hanya mencatat sekitar 5000 tahun yang lalu, para penganut animisme dan pemeluk berbagai kepercayaan kuno lainnya, sudah biasa menyajikan korban persembahan kepada para dewa melalui pembakaran. Ini dapat dimengerti karena para dewa yang tidak berwujud, tentu lebih mudah menerima korban persembahan dalam bentuknya yang tidak berwujud pula. Melalui pembakaran, korban persembahan akan berubah menjadi asap. Dan melalui asap itulah, persembahan dapat langsung melambung tinggi menuju sasaran.
Dengan berkembangnya rasa estetika, manusia juga mulai berusaha agar
asap persembahan juga berbau harum. Hal itu dirasakkan akan lebih sesuai
dengan kedudukan para dewa pujaannya. Maka bahan bakar dari kayu-kayuan
dan bunga-bungaan yang menimbulkan aroma harum, mulai banyak digunakan.
Mungkin pada saat yang sama itu pula, mulai dilakukan usaha secara
sadar untuk membuat parfum, sehingga dapat menghasilkan parfum seperti
adanya sekarang.
Di Mesir purba, pembuatan parfum ditangani para pendeta istana pharaoh
yang juga bertugas selaku dokter raja. Dalam usaha menemukan ramuan
obat-obatan pengawet mumi raja, para pendeta berhasil membuat parfum.
Parfum digunakan untuk membasahi kain pembalut mumi. Ketika Lord
Carnarvon dari inggris dalam tahun 1922 menggali makam Raja Tuthankhamon
di 'Lembah para Raja', parfum yang diperkirakan dibuat pada tahun 1350
sebelum Masehi - Jadi sudah berusia sekitar 33 abad – ternyata masih
dalam keadaan baik dan berbau harum.
Di Inggris, parfum mulai digunakan secara meluas, setelah berakhirnya
Perang Salib. Para kesatria dalam Perang Salib membawa kembali ke
negaranya aneka kosmetika, termasuk parfum, yang diperoleh mereka dari
istana para sultan Timur Tengah, yang sudah maju dalam pembuatan
kosmetika termasuk parfum.
Di Perancis, parfum banyak digunakan sejak zaman Louis ke XIII. Setelah Revolusi Perancis keadaannya menurun. Kemudian timbul kembali pada zaman Napoleon, yang merupakan masa dimana kosmetika termasuk parfum, memperoleh peran penting dalam kehidupan sosial. Permaisuri Joshepine misalnya, tercatat sebagai tokoh yang sangat menaruh perhatian terhadap parfum. Di Indonesia sendiri, sejak dahulu para wanita kita mempunyai kebiasaan memberikan asap “ratus” pada pakaiannya, guna menimbulkan aroma harum anggun sewaktu dipakainya nanti. Dalam cerita pewayangan juga disebutkan, keberhasilan Arjuna sebagai tokoh pujaan para wanita bukan saja karena ketampanan dan kesaktiannya, melainkan juga karena keharuman badannya.
Sumber
http://tau-sejarah.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar